Selasa, 01 Mei 2012

Analisis puisi Dewi Firmadani



KAMI DAN KALIAN
Kalian tinggal dalam rumah kebodohan, karena
Dalam rumah ini
Tiada cermin kaca buat memandang jiwa.
Kami menghelas nafas panjang, dan
Dari keluhan ini
Terbitlah bisikan bunga-bunga dan gemerisik
Daunan Dan bisikan anak sungai..

Kami hiba akan kekerdilan setera kebencian
Kalian
Akan kejayaan kami; antara rasa hiba kami dan
Kebencian kalian, sang waktu berhenti tertahan.

Kami menghadapimu sebagai teman, tapi kalian
Menyerang kami sebagai musuh; antara
Ersahabatan
Kam dan permusuhan kalian, terbentang jurang
Dalam
Yang dialiri darah dan airmata




Analisis puisi ( KAMI DAN KALIAN)
Dilihat dari semantika, Puisi ini menggambarkan antara dua sosok yang berbeda, sosok tersebut diujudkan dalam kata kami, sedangkan sosok lain kalian, ada pertentangan yang ingin disampaikan oleh aku lirik, tentang hal-hal yang begitu rumit. Kerumitan itu tergambar dalam kebencian yang beitu mendalam.
Pada bait pertama puisi ini lebih menekankan kepada ketidak pahaman  akan konsep diri sendiri akan kebodohan. Pada bait kedua sangat kental terasa nuansa perbedaan yang disisipi kebencian yang terus ada. Sedangkan bait ketiga sosok kami lebih diambarkan sebagai kelompok  yang bijaksana dalam merangkul lawannya untuk menyatu ide-ide dan konsep pemahaman. Dalam realitanya puisi ini ingin menyindir kelompok-kelompok  yang bertikai  untuk sesuatu yang belum tentu benar, banyak kita ketahui di masyarakat namyak tersulut emosinya untuk hal-hal  yang sepertinya tidak penting mungkin  pada masa ini banyak terjadi konflik-konflik pemahaman antar satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Kebanyakan dari  konflik tersebut diawali oleh adanya prapoganda dan tidak ada acuan khususdalam menilai suatu kebenaran.  Hal ini sama dengan kutipan bait pertama “ tiada cermin kaca buat memandang jiwa”  berselisih paham tanpa tahu apa yang mereka selisihkan, hingga akhirnya muncullah duka dan keruian di kedua belah pihak, seperti kutipan terakhir “ kami dari permusuhan kalian”.
Kemudian kita lihat dari tiporafi Dalam puisi “ Kami dan Kalian” karangan Khalil Gibran ini menggunakan tipografi puisi dalam bentuk umum dengan menggunakan system kalimat umum dengan menggunakan system kalimat dalam bentuk lirik dan bait, ada juga dipadukan dengan tipografi dalam bait simantik, tipografi ini bersifat umum, karena tidak begitu banyak kerumitan dalam penulisan puisi ini. Sehingga membuat para pembaca mudah untuk memahami makna yang hendak disampaikan penyair dalam puisi itu.
Puisi  karya  Khalil Gibran juga terdapat semeotika ini banyak terdapat pencitraan-pencitraan dan gaya bahasa, hal ini sesuai dengan kepribadian pengarang “ Khalil Gibran”  itu sendiri yang bersifat  sangat puitis, kepuitisan itu terlihat  pada beberapa frase  dalam beberapa bait. Pencitraan yang digunakan pengarang disini terdiri dari, pencitraan pendengaran yang digabungkan dengan pencitraan  penglihatan yakni “ bisikan bunga-bunga” dan “  yang dialiri darah dan airmata”. Dalam gaya bahasa puisi ini memiliki majas  personofikasi yaitu “ bisikan bunga”  pengarang juga menggunakan majas hiperbola pada lirik “rumah kebodohan” , kemudian pengarang juga menggunakan majas metafora “ kekerdilanmu setara kebencian”.









KERENDAHAN HATI
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
Yang tegak dipuncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
Yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belikar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
Memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
Tentulah harus ada awak kapalnya…
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
Rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu…
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri




Analisis puisi (Kerendahan Hati)

Puisi ini memberikan pesan pada pembaca untuk menjadi seseorang yang bisa bermanfaat untuk orang sekitarnya, meski tidak dalam cakupan yang terlalu besar, selalu ada kesempatan bagi  seseorang  untuk memanfaatkan potensi dirinya bai orang lain. Misalnya jika kita tidak bisa menjadi seseorang yang berguna dalam suatu bidang, kita masih bisa memanfaatkan bidang lain yang mungkin kita bisa untuk melakukannuya. Misal menurt aku lirik kita tidak harus menjadi pohon yang besar untuk membantu orang lain, kita masih bisa menjadi akar untuk memperkokoh pohon tersebut, kalaupun tidak bisa menjadi akar tersebut, kita masih bisa menjadi rumput yang memperkuat tanggul jalan.  Karena kita bisa untuk menjadi lebih baik dengan kemampuan kita sendiri.

Dalam puisi karya Taufik Ismail yang berjudul kerendahan hati ini menggunakan tipografi puisi yang berbentuk umum dengan menggunakan system kalimat dan bait dalam puisinya, tiporafinya bersifat umum karena pengarang tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata yang sulit untuk dibaca oleh setiap pembaca puisi tersebut. Dpat dilihat pada bait kedua “ kalau kamu tidak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput, tetapi rumput yang memperkuat tangul pinggiran jalan”, dari bait kedua ini tampak bahwa pengarang menggunakn  system kalimat dalam  lirik umum, apa yang ingin disampaikan pengarang disini dapat dengan mudah para pembaca memahaminya.

Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul kerendahan hati  ini banyak mengunakan pencitraan-pencitraan dan gaya bahasa yang menarik dan dalam penerimaan makna dari puisi tersebut sangatlah mudah. Sesuai dengan kepribadian pengarangnya  Taufik Ismail yang begitu sangat puitis, kepuitisan dari pengarangnya ini terlihat dari pencitraan penglihatan yang terdapat dalam puisi ini “ yang tegak dipuncak bukit” dan dari segi gaya bahasa yang diunakan pengarang dalam pembuatan puisi ini terdapat beberapa buah majas, seperti majas personofikasi “ jalan setapak yang membawa orang ke mataair” disini penarang membuat suatu benda yang tidak hidup seolah-olah hidip, kemudian majas metafora “ menjadi jalan raya” dan majas hiperbola “ tidak semua menjadi kapten”.






DIPONEGORO
Di mas pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kaum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak  gentar.  Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselubung semangat yang tak bisa mati
Maju
Ini barisan tak bergendrang-berpadu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali beranti
Sudah itu mati
Maju
Baimu negeri
Menyediakan api
Pernah  di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang
Analisis puisi (Diponeoro)

Pada puisi Chairil nwar yang berjudul Diponegoro ini menggambarkan masalah kemanusiaan yang bersifat universal, dan memperlihatkan perjuangan para pejuang nasional pada zaman 1945, disini pengarang menceritakan perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang melawan para penjajah yang hendak menguasai negerinya, pada bait pertama puisi ini lebih menekankan kepada sikap percaya diri dari para pejuang, yang selalu entar dalam keadaan apapun, mereka yakin bisa untuk mengalahkan lawan. Pada bait kedua terlihat sangat kentalnya semangat para pejuang , sedankan pada bait ketiga pengarang lebih menggambarkan  sebagai kelompok yang bijaksana dalam merangkul lawannya untuk mencapai suatu kemerdekaan. Dalam realitanya puisi inimenggambarkan beitu besarnya perjuangan para pejuang untuk meraih kemerdekaan, apapun akan mereka lakukan demi neerinya hal ini sama dengan kutipan puisi di atas “ tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali, pedang di kana, keris di kiri.
Pada puisi ini lebih bercorak lebih bebas, tidak terikat pada pembagian bait, baris, tema, sehingga banyak terdapat kerumitan dalam puisi ini. Dalam pengekspresikan sebuah bunyi yang menentang kepada pembaca, dan bunyi pada puisi Chairil Anwar ini  beitu lugar dan menarik, puisi yang dapat menimbulkan jiwa semangat di dalam puisi ini seprti lirik “ maju, serbu, serang, terjang”.

Dalam puisi ini terdapat pencitraannya  adalah pencitraan penglihatan dan majas-majas. Dalam puisi ini sepertinya pengarang lebih mementingkan isi dari pada bentuknya, dalam penggunaan kata-kata pun pengarang  lebih bersifat agak keras. Citraan penglhatan yang digunakan pengarang terlihat pada lirik “ di depan sekali tuan menanti”. Majas-majas yang digunakan  pengarang seperti majas personofikasi “ bagimu neger, menyediakan api”. Penggunaan kata-kat yang keras oleh pengarang seperti “ maju, serbu, serang, terjang”.













KU INGAT PADAMU

Ku ingat padamu bila fajar
Merahkan langit di sebelah timur
Ku ingin kepadamu bila senja
Mencium bunga yang kan tidur

Ku ingat padamu bila malam
Sepi  berbunga bintan bercahaya
Kuingat kepadamu bila bulan
Telah berderes pernama raya

Kuingat padamu aku seblu
Sampaikan aku turutkau bak
Barisan badan pangkuan buar
Tempat segala menjadi lupa









Analisis puisi (Ku Ingat Padamu)
Puisi ini menggambarkan suatu perasaan seseorang sosok tersebut diujutkan dalam kata ku, sedangkan  sosok lain mu, ada sebuah perasaan kerinduan pada sosok ku terhadap sosok mu dalam puisi ini. Kerinduan itu terambar dalam kesungguhan  yang beitu mendalam pada diriku.
Terlihat dari ketiga puisi itu menggambarkan kebijaksanaan dan kesungguhan  dalam merangkul keininannya untuk dapat mengungkapkan segala yang diinginkan.  Realitanya puisi ini ingin menyampaikan perasaan pengarang terhadap seseorang yang dikenalnya dengan baik, tetapi semua itu hanya dapat menjadi sebuah harapan yang takkan mungkin gapai.

Dalam puisi ini pengarang menggunakan tipografi puisi dalam bentuk umum dengan menggunakan tipografi puisi dalam bentuk umum dengan menggunakan sisitem kalimat  dalam lirik dan bait. Karena dalam puisi ini tidak terlalu banyak kata-kata yang sulit untuk dipahami oleh pembaca, sehingga pembaca dapat memahami maksud dan tujuan dari puisi itu dengan baik.

Penggunaan gaya bahasa dalam puisi ini tidak lagi mengunakan perumpamaan klise,petatah, peribahasa, pada puisi ini bahasa yang diunakan agak  bersifat mengiba-iba. Pada uisi ini juga terdapat beberapa majas seperti majas personifikasi “ mencium bunga yang kan tidur” dan majas metafora “ sepi berbunga bintang bercahaya”.  Dalam puisi ini jua tampak kepuitisan dari pengarangnya.












KATA SELEMBAR KERTAS SEPUTIH
SALJU
Kata selembar kertas seputih salju, “Aku tercipta secara murni,
Karena itu aku akan tetap merniselamanya.
Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih daripada
Menderita karena tersentuh keelapan atau
Didekati oleh sesuatu yang kotor.”

Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya
Yang hitam, tapi tak berani mendekatinya.
Pensil-pensil beraneka warnapun mendengarnya , dan
Merekapun tak perna mendekatinya. Dan selembar
Kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni
Selama-lamanya suci dan murni dan kosong.










Analisis puisi (Kata Selembar Kertas Seputih Salju)
Dalam puisi karya Kahlil Gibran yang berjudul “KATA SELEMBAR KERTAS SEPUTUH SALJU” ini beliau mengambarkan sosok seorang manusia yang baru diciptakan, yang belum tenoda oleh apapun, yang masih bersih belum berlimangan dosa, dan dalam puisi ini dia berharao pada akhir ayatnya nanti, dia kebali dengan keadaan bersih. Dalam realitanya puisi ini ingin menyindir  para individu-individu yang berada di muka bumi ini yang banyak bergelimangan dosa dalam kehidupan sehari-harinya, bagi mereka yang tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri akan merasakan hal tersebut. Terlihat dalam lirik puisi di atas “ lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih dari pada menderita karena tersentuh kegelapan atau didekati oleh sesuatu yan kotor.”
Dalam puisi “ Kata Selembar Kertas Seputih Salju” karangan Khalil Gibran ini menggunakan tipografi puisi dalam bentuk umum dengan menggunakan system kalimat umum dengan menggunakan system kalimat dalam bentuk lirik dan bait, ada juga dipadukan dengan tipografi dalam bait simantik, tipografi ini bersifat umum, karena tidak begitu banyak kerumitan dalam penulisan puisi ini. Sehingga membuat para pembaca mudah untuk memahami makna yang hendak disampaikan penyair dalam puisi itu.


Puisi  karya  Khalil Gibran ini banyak terdapat pencitraan-pencitraan dan gaya bahasa, hal ini sesuai dengan kepribadian pengarang “ Khalil Gibran”  itu sendiri yang bersifat  sangat puitis, kepuitisan itu terlihat  pada beberapa frase  dalam beberapa bait. Pencitraan yang digunakan pengarang disini terdiri dari, pencitraan pendengaran yang digabungkan dengan pencitraan  penglihatan yakni “ tinta botol mendengar kata kertas itu” dan “  selama-lamanya suci dan murni dan kosong”. Dalam gaya bahasa puisi ini memiliki majas  personofikasi yaitu “ kata selembar kertas seputih salju”  kemudian pengarang juga menggunakan majas metafora “ menderita karena tersentuh  kegelapan”.

Tidak ada komentar: